Segara Anak dilihat dari Plawangan |
“Somewhere over the rainbow
Way up high,
There's a land that I heard of once in a lullaby.
Somewhere over the rainbow
Skies are blue,
And the dreams that you dare to dream
Really do come true.”
(Ey Harburg)
15 Mei 2012
Mungkin sebagian besar diantara kita pernah
bermimpi tentang suatu tempat yang sangat indah. Kebanyakan imajinasi itu ada
waktu masih kecil, walaupun tidak sedikit yang tetap menghiasi pikiran ketika
sudah beranjak dewasa. Dan bahkan tetap mencarinya. Saya sendiri selalu ingin
pergi ke dunia dimana hanya ada keindahan dengan suara angin yang tenang dan
gemericik air.
Pagi itu mungkin impian tentang negeri khayalan
itu mulai terlihat. Pagi yang lebih cerah dari kemarin, meski kabut masih
sedikit memeluk sinaran mentari. Puncak terlihat dari Pelawangan, tapi bukan
itu sajian utamanya. Layaknya panggung opera ketika dibuka tirai penutupnya,
yang seketika itu terlihat dekorasi panggung beserta para aktor dan aktrisnya
yang sedang menari, menyayi bahkan berdansa, lalu riuh tepuk tangan dan decak
kagum penonton dari bangku atau dari balkon. Nah, saya sekarang ini sedang
duduk di balkon kelas VIP dalam pertujukan seni, bedanya bukan opera.Kabut yang
berperan sebagai tirai panggung sedikit demi sedikit pudar menampilkan pesona
keindahan. Hei pertunjukan sudah dimulai kawan. Pelan-pelan terlihat air, lalu
meluas menjadi kolam raksasa. Danau Segara Anak, ya itulah sajian utamanya.
Dikitari oleh punggungan-punggungan gunung yang membentuk barikade pelindung
dengan pohon-pohon yang menghijau sebagai hiasan dan birunya langit menjadi
atap, ahh perpaduan yang begitu sempurna. Dan seperti penonton yang merangsek
maju untuk melihat artis pujaannya, kali ini kami juga akan menuju ke tempat
itu.
Barang-barang sudah dipacking setelah selesai
sarapan, walaupun sebenarnya hari sudah mendekati siang. Tenda yang awalnya
dibawa porter ketika naik, sekarang ditenteng oleh Pak Djoko (yang kemudian
nantinya bergantian dengan kimwur). Kami hanya menyewa porter sampai Plawangan
saja, karena merasa kami akan kuat ketika perjalanan menuju danau dan turun
lewat senaru, sekaligus untuk mengirit ongkos karena biaya porter lumayan
mahal, sekitar 125 rb/hari.
Jalanan menuju Segara Anak |
Diawal perjalanan sempat rintik gerimis turun
walau tak berapa lama kemudian langit benar-benar cerah dan menyengat. Jalan
turun menuju danau sangat berbahaya ketika belum jauh dari Plawangan. Batu-batuan
yang licin ditambah jalan yang sempit membuat kami harus sangat berhati-hati
dan fokus dengan apa yang kami pijak. Apalagi jurang menganga di depan sana
siap menelan siapa saja yang lengah. Fokus ke jalan sepertinya hal yang
sangatlah susah, bagaimana tidak di kejauhan sana pemandangan yang menawan mata
seperti memanggil terus-menerus untuk dilihat, sementara di depan sana,
walaupun disebut jurang tapi pemandangannya tak kalah bagus, dengan air yang
mengalir diantara lembah yang sesekali tertutup awan.
Segara Anak yang mulai dekat |
Setelah sekitar satu jam perjalanan, trek mulai
mendatar dengan tikungan yang sangat tajam. Tepukan riuh penonton menggema
ketika Lorenzo berhasil mendahului Stoner saat Stoner menambal bannya. Haha sori-sori
malah ngelantur :)). Jadi jalananya sekarang memang datar, tapi panjang banget
rasanya. Air juga mulai menipis dan matahari sungguh mengeringkan tenggorokan. Ketika
melewati sungai yang tidak mengalir terpaksa saya minum air di genangan yang
tertampung di batu-batu. Pemandangan sebenarnya masih sangat menakjubkan dengan
ilalang berwarna hijau, tekstur lembah dan jurang yang menawan, ditambah
gumpalan awan di langit yang biru, dan lagi di depan sana danau menunggu.
Tepat jam 3 sore, kami sampai di base camp Danau Segara
Anak. Suasanya cukup rame disini. Banyak tenda-tenda yang sudah dibangun,
mungkin sebagian sudah dari kemaren. Banyak juga para pemancing melakukan
aktivitas nambang, haha pemancing ya aktivitasnya mancing lah :p. Ada pendaki
yang memang sengaja membawa pancing, ada juga para porter yang memancing untuk
para pendaki yang memakai jasanya, dan ada juga pemancing yang memang ke
rinjani niatnya untuk mancing, bukan untuk mendaki.
saya berpose di dekat air terjun |
Air danau yang sangat melimpah ini sebenarnya
tidak boleh serta merta langsung bisa diminum, karena mungkin kandungan
belerangnya cukup tinggi, meskipun ikan masih bisa hidup. Kecuali terpaksa sih
:p. Tak jauh dari danau ada sumber air yang relatif lebih bersih daripada air
di danau. Awalnya pak Djoko dan Bastian yang mengambil air, tapi karena dirasa
masih kurang dikirimlah pasukan kedua untuk mengambil air. Saya, kimreng dan Hasan
lah orang yang beruntung itu.
Air danau yang melimpah ruah itu mengalir
membentuk sungai dan air terjun. Nah dalam perjalanan mengambil air bersih itu,
kami melewati air terjun tersebut, yeiiii. Setelah semua botol tempat air
terisi, tibalah saatnya kami mengunjungi air terjun. Tapi bukan air terjun itu
tujuan utama kami, karena disamping air terjun sumber mata air panas. Jadilah kami
berendam di kolam air panas, disamping air terjun, oh i called it heaven.
Tak terlalu lama kami berendam, karena banyak
pendaki lain yang berdatangan, gantian lah, ga enak kalo berbanyak berendam
disana. Konon, beberapa waktu yang lalu ada 3 kolam air panas disini, akan
tetapi karena terjadi longsor 2 kolam hancur dan sekarang tinggal satu saja.
senja di Segara Anak |
Hamparan langit maha sempurna,
Bertahta
bintang - bintang angkasa
Namun satu
bintang yang berpijar,
Teruntai turun
menyapa ku
Ada tutur kata
terucap,
Ada damai yang
kurasakan
Bila sinarnya
sentuh wajahku,
Kepedihanku
pun... terhapuskan
Alam rayapun
semua tersenyum,
Merunduk dan
memuja hadirnya
Terpukau aku
menatap wajahnya,
Aku merasa
mengenal dia...
Tapi ada entah dimana,
Hanya hatiku
mampu menjawabnya
Mahadewi
resapkan nilainya,
Pencarianku
pun... usai sudah
(Padi –
Mahadewi)
trabzon
BalasHapusedirne
van
bingöl
yalova
ETNFVC