Metatah |
Matahari masih jauh terlelap
dalam tidurnya saat keluarga Wayan Suwela sudah mulai sibuk mempersiapkan
segala hal untuk prosesi upacara penting pagi itu. Walaupun sebenarnya tadi
malam semuanya sudah disiapkan tapi kali ini adalah persiapan finishing sebelum
acara benar-benar dimulai.
“Upacara ini tidak boleh
dilakukan sampai sang surya berada di puncak langit.” Pak Suwela menjelaskan
mengapa dari pagi-pagi sekali sudah dimulai.
“Karena tepat pada tengah hari
itu adanya pantangan yang mengharuskan untuk berhenti beraktifitas’ kembali
beliau melanjutkan.
Hari ini keluarga Bapak Suwela
akan mengadaka upacara Metatah atau bisa diterjemahkan menjadi potong gigi. Anak-anak
beliau dan juga beberapa keponakannya akan ‘diratakan giginya’. Diratakan bukan
berarti dihilangkan akan tetapi disamakan tinggi giginya. Jadi, karena gigi
taring agak panjang maka gigi taring tersebut diratakan dengan gigi-gigi
lainnya.
Jam 5.00 tepat acara ini mulai
dilaksanakan. Diawali oleh peserta yang paling tua, yaitu anak pertama dari Pak
Suwela. Kemudian disusul oleh yang lebih muda.
Metatah bertujuan untuk
menghilangkan sifat-sifat buruk yang dimiliki manusia. Gigi taring (atau tidak
ratanya gigi) merupakan simbol adanya keangkaramurkaan itu. Untuk mencapai
tingkat sempurnanya manusia, hal itu harus dihilangkan. Prosesnya meratakan
gigi dilakukan dengan menggunakan kikir yang digosokkan ke gigi sampai rata.
Ngilu, pasti. Saya yang mendengar suara gesekan antara kikir dan gigi pun
merasa ngilu, apalagi yang merasakannya langsung.
Sekitar jam 8.00 ketika semua peserta
Metatah sudah ‘ditatah’, selesai sudah acara ini. Semoga harapan agar hilangnya
angkara murka yang menjadi inti dari acara ini juga terkabul. Sisi religi dan
spiritualitas yang begitu dilestarikan oleh masyarakat Hindu Bali ini menjadi
warna tersendiri bagi kebudayaan Nusantara.
0 comments:
Posting Komentar