Foto courtesy of Wiryawan Suraji |
Tepat pukul 8.00 pagi (15/11/12) bus yang saya
tumpangi memasuki Terminal Arjosari, terminal utama di Kota Malang. Langit agak
mendung sementara suasana terminal belum terlalu ramai kecuali banyaknya orang
yang menggendong carrier-carrier besar mereka. Saya sendiri hanya membawa tas
punggung tanggung. Rupanya banyak yang akan mengikuti gathering nasional di
Gunung Semeru yang diadakan oleh salah satu merk peralatan outdoor.
Hari itu seperti sudah
direncanakan beberapa bulan sebelumnya, saya dan teman-teman saya akan berkumpul
di Malang. Ceritanya jalan-jalan sekaligus reuni.
Meeting pointnya adalah di
Stasiun Kotabaru, Malang. Dari terminal saya menyewa ojek untuk sampai tempat
itu, walaupun ternyata ada angkot yang menuju kesana, maklum agak males nanya.
Sampai di stasiun ternyata para penggendong carrier jauh lebih banyak daripada
di terminal tadi. Kabar yang katanya ada lebih dari 2000 pendaki yang akan
berkumpul di Semeru bukan kabar angin ternyata, membludak..
Sekitar jam 9.00 kereta yang
ditumpangi rombongan Jakarta sampai, saat itu pula semua peserta sudah datang,
lengkap sudah 6 orang. Wajah-wajah kuyu setelah perjalanan panjang sontak
menjadi cerah ketika rindu terlepas. Tapi kangen yang menguap itu tetap tak
bisa menghapus rasa lapar, karena itu makan jadi pengobat lapar paling mujarab.
Pecel, makanan khas daerah Jawa Timur kami santap dengan lahap.
Tidak ada rencana untuk
mengubek-ubek kota Malang, tujuan kami adalah Kota Batu, kota kecil yang sejuk
yang letaknya berdekatan dengan Malang. Untuk mencapai Batu, atau orang
setempat menyebutnya mBatu, dari stasiun kami menggunakan angkot. Melewati
jalanan sambil bercerita dan bercanda seperti angkot milik kami sendiri,
menyenangkan.
Tak perlulah menyewa hotel mewah,
karena cuma numpang tidur saja, begitulah alasan yang dikemukakan, yang dengan
mantap saya amin-i juga,hehe. Di kamar kecil nan sederhana ini kami akan
menumpang tidur. 2 kamar untuk 6 orang, masing-masing diisi 3 orang dibagi
berdasar jenis kelamin.
Kota Batu awalnya konon dibangun
dari zaman Raja Sindok (Mpu Sendok) berkuasa, diperuntukkan untuk wisata
keluarga kerajaan. Karena letaknya yang relatif tinggi dengan dikelilingi
berbagai gunung membuat suasananya terasa sejuk dan pemandangannya cukup indah.
Pantas saja kalau dijadikan tempat wisata sampai sekarang. Apalagi sekarang
Kota Batu memiliki fasilitas wisata modern, salah satunya Batu Night
Spectacular. Itulah tempat yang kami kunjungi sore itu.
Salah satu pemandangan di Taman Lampion |
Orbiter, salah satu wahana yang ada di BNS |
Saya tak sempat menaiki wahana
yang ada. Sebenarnya bukan tak sempat tapi memilih untuk tidak menaiki, karena
ditakutkan akan muntah,hehe. Semakin malam suasana semakin ramai, apalagi jarak
antar wahana begitu dekat sehingga terasa begitu sumpek. Sekitar jam 9 malam,
ada pertunjukan air mancur di depan panggung yang ada di food court, tidak
spektakuler memang tapi cukup bagus.
Waktu semakin beranjak malam
ketika kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Beristirahat sampai bangun
kesiangan di hari berikutnya.
Hari kedua masih tetap di Batu.
Tak jauh dari BNS ada Jawa Timur Park. Ada Jatim Park 1 dan 2. Kami memilih
untuk ke Jatim Park 2. Jatim Park 2 sendiri dipisah jadi 2, museum satwa dan
Batu Secret Zoo.
Museum Satwa |
Replika fosil dinosaurus di Museum Satwa |
Museum Satwa adalah gedung yang penampakan
depannya bergaya arsitektur Eropa berisi patung-patung hewan dari seluruh
dunia. Patung-patung tersebut ditempatkan dalam kotak kaca dengan diberi
suasana seperti tempat dia hidup di alam bebas, sehingga terlihat hidup dan
nyata. Banyak sekali koleksi yang ada sampai lelah menelusuri satu-satu.
Batu Secret Zoo adalah kebun
binatang yang didesain secara modern, beda dengan kebun binatang pada umumnya.
Kesan modern itu terlihat dari kandang binatang dibuat agar pas dinikmati pengunjung,
fasilitasnya cukup lengkap, arsitektur yang menarik, dan adanya wahana
permainan yang menghibur.
Di depan ruang aquarium (foto courtesy of Wiryawan Suraji) |
Flamingo (foto courtesy of Wiryawan Suraji) |
Kebun binatang pada dasarnya
dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Jikalau pengetahuan itu tidak
didapat dari sini, saya akan marah pada mereka para pembuat kebun binatang.
Kita ambil contoh cheetah si pelari tercepat hanya mempunyai kandang yang tak
segitu luas untuk melatih kemampuannya lari, saya bertaruh kemampuannya jauh
menurun drastis daripada kalau dia hidup di alam bebas.
Tepat ketika kebun binatang ini
hendak ditutup pukul 18.00 kami baru selesai mengelilingi ‘sajian’ yang ada.
Capek tapi seru dan informatif.
Ikon lain Kota Batu adalah
alun-alunnya. Disini ada sebuah ferris wheel yang cukup besar. Di sekitarannya
juga ada beberapa warung yang menjual makanan khas Kota Batu, salah satunya
adalah Pos Ketan yang begitu ramai pembelinya.
Tak sampai larut malam kami
menikmati alun-alun, karena besoknya kami harus pagi-pagi sekali berangkat
menuju Pulau Sempu, sebuah pulau yang ada di selatan Malang.
Jauh sebelum matahari muncul,
sekitar jam 2 pagi kami sudah siap-siap untuk petualangan berikutnya. Cukup
jauh jarak yang harus ditempuh sampai ke tempat ini. Melewati desa-desa dengan
jalan berliku dan naik turun. Sempat menikmati sunrise yang muncul dari balik
bukit, pemandangan ini kami nikmati dari dalam mobil yang melaju.
Cerita tentang Pulau Sempu
sendiri ada di postingan sebelumnya.
Jajaran perahu di Pantai Sendang Biru, dermaga menuju Pulau Sempu |
Lewat tengah hari setelah dari
Pulau Sempu rencananya kami hendak ke Pantai Balekambang akan tetapi hujan
deras membuat rencana itu dibatalkan. Selanjutnya, sekali lagi kami menikmati
alun-alun Kota Batu, menikmati saat-saat sebelum kami berpisah lagi.
Hari Minggu tiba, dan saatnya semua harus kembali ke tempatnya masing-masing. Filsuf traveler, kalau boleh saya
menyebutnya demikian, bilang kalau hal yang paling menyenangkan dari travelling
adalah ketika berkenalan dengan orang-orang baru. Itu betul. Tapi bagi saya ada
hal yang juga sangat menyenangkan ketika menikmati perjalanan di tempat-tempat
baru dengan sahabat dekat yang sudah lama tak bertemu, rasanya seperti memakai
baju andalan yang sudah lama tidak kita pakai untuk pergi ke tempat yang kita
impikan. Rasanya? Nyaman.
Sampai bertemu lagi sahabat (foto courtesy of Wiryawan Suraji) |
it's about the journey, not the destination
BalasHapusmantappp :)
HapusTerima kasih sudah berbagi cerita menarik tentang kota Malang, cukup bermanfaat..
BalasHapusLombok juga tidak kalah menarik dg Malang :)