“Ini adalah petualangan nyata:
tanpa radio, es, persediaan darurat selama berbulan-bulan pada suatu waktu
melalui salah satu yang paling berbahaya dan menarik di wilayah bumi.”
Begitulah komentar Sir Richard Branson pendiri Virgin Group yang tertulis di
cover depan sebuah buku yang cukup menarik perhatian saya di sebuah toko buku.
Adalah “Ring Of Fire, Indonesia
Dalam Lingkaran Api” judul dari buku ini. Dengan cover gambar gunung berapi di
seberang lautan yang sedang diarungi sebuah kapal pinisi dan latar warna
berwarna jingga jelaslah membuatnya jadi eye
catching ditambah lagi hard cover
nya membuat terasa sebagai buku eksklusif. Tapi ketika mulai membuka lembar demi
lembar halamannya, sampul yang begitu menarik itu terasa bukanlah tandingan
dari isi yang begitu jauh lebih menarik.
Lawrence Blair dan Lorne Blair
adalah kakak beradik penulis buku ini. Walaupun sebenarnya penulisnya hanyalah
Lawrence akan tetapi isi tulisannya berasal dari hasil petualangan mereka
berdua.
Cerita petualangan berawal ketika
mereka berdua berencana memfilmkan Burung Cenderawasih Kuning-Besar yang berada
di Kepulauan Aru. Burung ini begitu tersohor di Eropa sejak lama. Setelah
mendapatkan sokongan dana dari Ringo Star (drummer The Beatles) berangkatlah
mereka menuju Kepulauan Nusantara pada tahun 1972.
Pelayaran dimulai dari Makasar.
Akan tetapi ekspedisi menuju Kepulauan Aru tidaklah semudah yang dibayangkan
bahkan untuk mencari kapal yang akan digunakan mengarungi lautan sungguh sebuah
kesulitan yang begitu besar. Selama usaha mencari kapal itu, mereka mendapati
berita bahwa akan adanya pemakaman Raja Toraja yang diadakan secara
besar-besaran. Hal itu tentu saja menarik mereka untuk memfilmkannya, mengingat
Toraja adalah ‘suku asing’ yang belum terlalu mereka kenal akan tetapi saat itu
menawarkan sebuah upacara besar yang jarang-jarang terjadi. Dalam upacara
pemakaman Raja-raja Toraja sebelumnya biasanya akan dibakar rumah-rumah yang
dibangun hanya untuk acara pemakaman, akan tetapi saat ini rumah-rumah tersebut
rencananya tidak akan dibakar karena hanya akan menghamburkan biaya. Untuk
menambah dramatis film yang mereka buat, kedua bersaudara ini melobi keturunan
raja untuk membakar salah satu rumah. Setelah terjadi tarik ulur disepakati
Blair bersaudara sanggup membayar satu rumah untuk dibakar. Yang menarik adalah
rumah tersebut akhirnya dibakar ketika Blair sedang berada ditempat lain dan
upaya mereka memfilmkan rumah yang terbakar itu gagal karena ketika sampai
rumah tersebut tinggallah abu.
Kembali ke Makassar akhirnya
mereka menemukan kapal pinisi tradisional khas suku Bugis di daerah Bira. Setelah
menemukan kapal itu, mereka tidak bisa serta merta langsung berangkat berlayar.
Mengingat kapal pinisi adalah kapal layar yang sepenuhnya berlayar bergantung
angin, mereka harus menunggu waktu yang tepat agar angin Muson berhembus menuju
timur untuk membawa mereka menuju Kepulauan Aru.
Setelah menemui waktu yang tepat,
mereka akhirnya berangkat menuju Kepulauan Aru. Pelayaran bukanlah pelayaran
langsung menuju tujuan akan tetapi singgah ke tempat-tempat yang dilewati.
Tempat pertama adalah Pulau Buton dimana mereka disambut dengan sangat baik dan
diperlakukan layaknya tamu negara. Ada tulisan yang menarik tentang penjabaran
gadis Buton. Ini kutipannya “Saya sih ingin menjabarkan penampilan sang sultan,
tapi mata saya terpaku pada hal lain, karena di samping duduk Sadria, salah
satu putrinya yang jelita. Di sebuah pulau di mana sebagian besar gadis
terlihat bagaikan putri, para putri raja terlihat seperti dewi – tidak terkecuali
Sadria.”
Selain menceritakan tentang
pelayaran menuju Kepulauan Aru, buku ini juga ditulis dengan memberikan info
dan cerita-cerita yang sangat menarik. Tentang perjalanan Wallace yang begitu
menginspirasi mereka, ada juga mengenai cerita orang Eropa tentang suku Bugis.
Dan yang lebih menarik mereka menuliskannya dibumbui dengan humor yang tidak
mengurangi esensi dari buku yang isinya ‘berat’
Singkat cerita akhirnya mereka
sampai juga di Kepulauan Aru setelah sebelumnya sempat mampir di Ambon, Banda
Naira, Pulau Kei dan cerita hampir ditinggalkannya mereka oleh kapal pinisi
yang ditumpanginya. Kepulauan Aru adalah penghasil mutiara kelas satu, mereka
sempat ikut mencari barang itu dengan menyelam bersama penduduk setempat.
Burung Cenderawasih Kuning-Besar
yang merupakan tujuan utama mereka akhirnya berhasil mereka temui dan mempesona
mereka. “Mereka menari, menggelenyarkan ekor, kemudian membeku bagai bunga
mekar di bawah siraman matahari, sebelum bergetar lagi dan melompat-lompat
mengelilingi betina mereka yang berwarna suram, memikat mereka dengan
mencengkeram bonggolan dan tonjolan di cabang pohon sebagai tiruan dari apa
yang akan mereka lakukan sesungguhnya,” begitulah tulis mereka tentang
Cenderawasih Kuning-Besar yang mereka lihat.
Setelah itu mereka kembali ke
Inggris lewat Australia dengan menumpang kapal Australia yang berlabuh di
Kepulauan Aru. Hal ini dilakukan karena visa kunjungan mereka ke Indonesia
telah habis waktunya.
Dengan kembalinya mereka ke
Inggris bukan berarti petualangan ke Indonesia berakhir. Mereka mulai mencintai
seluk beluk Indonesia dan selanjutnya sering berkunjung untuk melakukan
penelitian, membuat film dan menjadi pemandu tour. Mereka pernah ke Papua untuk
menyelami suku Asmat yang konon adalah suku kanibal. Menemui naga yang tersisa
di bumi di Pulau Komodo. Menjelajahi hutan Borneo yang ganas bersama Suku Dayak
untuk menemui Suku Dayak Punan yang masih nomaden.
Dan memfilmkan perang Pasola di Sumba yang begitu heroik.
Buku terbitan Ufuk Press ini
sangat cocok dibaca bagi mereka yang suka petualangan maupun mereka yang ingin
tau tentang Indonesia dengan berbagai misteri dibalik keindahannya. Memang
dalam buku ini tidak memetakan keseluruhan kebudayaan kita akan tetapi dengan
hanya sebagian saja wilayah yang diceritakan telah membuat saya tahu banyak
tentang keanekaragaman ekosistem dan kebudayaan Nusantara. Kita diajak
mengikuti petualangan dengan hati berdebar, otak yang berimajinasi tentang
setting lanskap cerita, dan perasaan yang mengharu biru ketika mereka berhasil
melewati bahaya dan sampai ke tujuan mereka. Oleh karena itu menurut saya buku
ini sangat layak untuk dimiliki.
No. ISBN : 9786029346077
Penulis :
Lawrence Blair
Penerbit :
Ufuk Press
Tanggal Terbit :
November 2012
Jumlah Halaman : 420
saya belum pernah baca buku tersebut,
BalasHapusnamun lebih suka nonton acaranya di metro tv setiap minggu malam...
.
mampir balik ya mas
ghozaliq.wordpress.com
salam seloteh backpacker :D
oke mas,,
Hapusacaranya d metro tv bagus,,tp bukunya bagus banget,hehe
*masukin daftar belanjaan*
BalasHapuswah dapat royalti nih harusnya,hehe
Hapuspenasaran. harus baca bukunya deh ini!
BalasHapusbeli bun,,bagus beneran :D
Hapus