Komodo dengan nama latin Varanus Komodoensis |
Sudah lebih 3 jam perahu yang
saya naiki melaju di perairan laut. Pulau-pulau yang entah apa namanya cuma
dilewati begitu saja. Labuan Bajo sama sekali tak terlihat lagi. Ombak yang
mengombang-ambingkan perahu sudah mulai terasa biasa bagi tubuh saya, adaptasi
yang memang saya harapkan. Di depan sudah menyapa Loh Liang yang walaupun
perairannya cukup tenang, namun namanya terdengar menyeramkan. Loh berarti
teluk, Loh Liang berarti Teluk Liang, disinilah perahu-perahu bersandar untuk menurunkan
orang-orang untuk menjenguk sang hewan purba legendaris di rumahnya, Pulau Komodo.
Waktu tempuh Labuan Bajo ke Loh
Liang di Pulau Komodo biasanya 3 jam saja, tetapi siapa juga yang bisa
memastikan waktu sampai bila hanya menggunakan perahu biasa, apalagi dengan
gelombang laut yang tak menentu. Manusia begitu kecil didepan alam. Meski cuaca
cerah tapi beberapa kali perahu harus menghadang pusaran gelombang yang cukup
menyulitkan. Pantaslah kalau kami tiba melewati waktu rata-rata itu. Tapi meski
harus menempuh waktu yang lebih lama, saya masih merasa beruntung karena dengan
sangat kebetulan saya bisa satu perahu dengan rombongan dokter-dokter cewek
yang sedang PTT di sekitar Labuan Bajo.
Kantor Taman Nasional Komodo
terletak tidak jauh dari dermaga Loh Liang. Disini pengunjung diharuskan untuk
mendaftar sekaligus membayar biaya retribusi untuk masuk kawasan Taman Nasional
yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1988. Harga tiket untuk
wisatawan dalam negeri tidaklah mahal, bahkan bisa dikatakan murah mengingat
apa yang akan kita lihat adalah satu-satunya di dunia dan sudah menjadi bagian
dari New 7 Wonders of Nature.
Karena rombongan kami lumayan
banyak maka kami akan ditemani oleh 3 ranger, satu berada di depan, satu di
tengah dan satu lagi ada di belakang. Hanya bermodalkan tongkat dengan bentuk
huruf Y di ujungnya mereka akan menjadi dewa penyelamat kami.
Tongkat dengan ujung Y |
Ada 3 pilihan panjang trek yang
bisa diambil, short trek, medium trek dan long trek. Dengan melihat kemampuan, kami memutuskan untuk memilih yang
terpendek, short trek.
“Pilih long trek juga belum tentu bisa ketemu komodo kok. Mereka itu liar,
jadi untung-untungan juga dapat bertemu pas trekking. Kami tidak bisa menjamin.”
jelas salah satu ranger.
Sebelum berangkat, kami
dibriefing dulu, tentang jalur yang akan ditempuh, apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh kami lakukan selama di hutan. Komodo yang memiliki nama latin Varanus Komodoensis merupakan hewan yang sangat
berbahaya, seandainya mereka menggigit, meskipun lukanya tidak terlalu parah
tetap saja bisa membunuh, karena air liurnya mengandung banyak sekali bakteri
yang bersifat racun. Mereka juga memiliki indra penciuman yang sangat
mengagumkan, apalagi mencium bau darah. Jadi bagi para wanita yang sedang
datang bulan diharapkan untuk sangat waspada atau lebih baik tidak ikut
trekking.
“Jangan sampai terpisah dari
rombongan” begitu penjelasan sang ranger yang menjadi kalimat sakti yang
benar-benar saya ingat dan akan saya amalkan.
Hutan banyak ditumbuhi berbagai
macam tumbuhan. Dari pohon yang besar-besar sampai rumput ilalang. Jalur untuk
trekking adalah jalan setapak yang kebetulan sedang becek.
Ssttt,,jangan berisik |
“Disini hampir tiap hari hujan,
mas. Makanya jalannya becek. Hati-hati mas.” terang pak Willy, ranger yang
berada paling belakang. Saya memang memilih berada di belakang untuk
mengamalkan ajaran “ladies first”,
mengingat kaum hawa mendominasi jumlah rombongan ini. Dan ketika Pak Willy
mengatakan kalimat tadi, saya memang hampir terpeleset.
Pak Willy ini aslinya dari
daratan Flores, sudah cukup lama bekerja sebagai ranger. Saya lupa pastinya
dari kapan dia mulai mengabdi. Tentu saja pekerjaan ranger di sini berbeda jauh
dengan Power Rangers yang kita lihat di televisi sebagai penumpas kejahatan.
Tugas ranger atau jagawana adalah menemani pengunjung dan menjaga mereka dari
serbuan komodo. Meski begitu mereka bukanlah orang sakti yang selalu bisa
menjadi juru selamat. Komodo itu sangat berbahaya, maka waspada tetaplah
menjadi hal yang utama.
Pak Willy |
“Beberapa waktu yang lalu di
Rinca ada ranger yang digigit komodo. Tapi di sini sangat jarang sekali ada
yang digigit. Sepertinya komodo di Rinca lebih ganas.” terangnya. Komodo selain
ada di Pulau Komodo juga terdapat di Pulau Rinca, Nusa Kode dan Gili Motang,
mereka semua ada di kawasan Taman Nasional Komodo.
Kami berhenti di water hole yang merupakan sumber air
minum berbentuk kolam kecil. Pohon-pohon di sekitarnya begitu rindang sehingga
membuat suasana yang sangat teduh. Tempat ini bukanlah tempat alami karena
sengaja dibuat untuk menarik komodo atau hewan lainnya minum. Semua makhluk
hidup butuh minum. Tapi sayang saat kami kesana tak ada satu pun hewan yang
ingin mengusir dahaganya.
Perjalanan dilanjutkan dengan
kembali menyisir hutan. Jenis vegetasi tidak terlalu ada perubahan yang
mencolok. Yang sama sekali tidak ada perubahan adalah adanya suara
burung-burung yang dari awal perjalanan banyak terdengar. Ada burung yang
kicaunya merdu yang entah namanya apa, sampai kaok-kaok burung gagak yang
jumlahnya begitu banyak.
Tiba-tiba saja di depan sana
terlihat binatang melata yang begitu gemuk berjalan dengan penuh angkuh.
Semuanya terkesiap dan juga terpana melihatnya. Pada awalnya dia berjalan
menuju arah kami, namun ketika sudah berjarak sekitar 15 meter dia membalikkan
badan lalu berjalan menjauhi kami. Megal-megol pantatnya ketika berjalan begitu
lambat terlihat seperti keberatan badan, pantas saja dia diabadikan dalam lirik
lagu anak-anak bahwa macet disebabkan karena dia lewat. Tak disangka meski
gendut dia masih bisa bergerak dengan cepat untuk mengejar mangsanya. Yang
lebih menakjubkan lagi, komodo juga bisa berenang dan komodo belia bisa memanjat.
Di depan sana ada komodo (sayang ga fokus) |
Keberuntungan kami masih
berlanjut karena selang beberapa saat dari tempat tadi, kami bertemu dengan
komodo yang lainnya. Tapi hal yang dilakukan komodo yang ini juga sama dengan
sebelumnya, dia menjauhi kami lagi.
“Beruntung sekali kita hari ini
bisa bertemu 2 komodo di hutan. Tidak sedikit yang mengambil jalur long trek tapi sama sekali tidak bertemu
mereka.” seru Pak Willy.
Melihat komodo di hutan tempat
asalnya saya jadi teringat tentang kisah penduduk setempat. Mereka percaya
bahwa komodo ini adalah saudara mereka yang bernama Ora atau Orah. Dahulu kala
ada seorang putri yang tinggal di Pulau Komodo yang bernama Putri Naga dan
memiliki suami bernama Majo. Di kemudian hari pasangan ini memiliki anak kembar,
satu laki-laki berwujud manusia yang dinamakan Si Gerong sedang satunya perempuan
berwujud naga dan diberi nama Orah. Mereka hidup terpisah, Si Gerong hidup di
kerajaan, sebaliknya Orah dibuang di hutan.
Setelah dewasa, Si Gerong berburu
di hutan dan memanah rusa. Ketika dia hendak mengambil buruannya, ada seekor
kadal raksasa yang dengan lapar menyantap si rusa. Si Gerong marah dan hendak
membunuh kadal itu. Akan tetapi tiba-tiba Putri Naga yang tak lain adalah
ibunya datang mencegahnya. Dia memberitahu Si Gerong bahwa kadal itu adalah Orah
saudara kembarnya. Si Gerong lalu mengurungkan niat untuk membunuh kadal
raksasa. Sejak saat itu, keturunan Si Gerong dan Orah hidup berdampingan dan
tidak saling mengganggu. Kampung Komodo sendiri sampai saat ini masih ada,
meskipun konon suku Komodo yang benar-benar asli kabarnya sudah tidak ada. Saat
ini yang tinggal di Kampung Komodo adalah pendatang dari beberapa daerah.
******
Selanjutnya Fregata Hill menjadi
sajian yang sangat istimewa. Dari bukit ini, kami bisa melihat Loh Liang yang
sangat indah dengan ombak yang kecil mengalun sampai pantai. Perahu kami yang
bersandar di dermaga juga kelihatan meski kecil menjadi ornamen yang manis.
View dari Fregata Hill |
Hidangan spesial belum berakhir,
karena justru di dekat kantor Taman Nasional banyak terdapat komodo yang
berjemur di dekat dapur. Mereka mengendus bau makanan yang berasal dari dapur.
Jadi apabila kita tidak bertemu komodo di hutan, setidaknya kita bisa melihat
mereka di sekitar dapur.
Komodo yang berjalan di dekat dapur |
Full team |
Haloooo..!!! |
Mereka bertahan hidup jauh lebih
lama dari umat manusia. Mereka bisa melewati masa dimana dinosaurus pun tak
mampu bertahan. Dan mereka hidup cuma di Indonesia. Jadi sudah sepantasnya kita
menjaganya.
Q malah short trek..ikutan sama rombongan bule yang udah tua...hehe
BalasHapuskak indra sukanya yg tua2,hehe
HapusLumayan gratis kak...nabeng..hehe
Hapusowh kalo nebeng sama siapa aja sih gapapa,haha namanya nebeng,,tp klo pas dpt bule yg cantik namanya bonus :))
Hapus