Halo !!! |
Malam sebelumnya ketika saya
keluar dari tempat tidur di Pulau Kanawa, semuanya tampak gelap karena memang
penerangan sangat minim di luar ruangan, lagipula listrik hanya ada dari jam
18.00 – 23.00 WITA. Hanya jutaan bintang di langit yang tetap bercahaya dan
satu tempat yang kelihatan bernyala terang. Saya bertanya pada salah satu
karyawan resort pulau apa itu. “Itu Pulau Messah mas, besok kita kesana setelah
dari Rinca”, jawabnya.
Pulau Messah |
Benar saja, sorenya setelah dari
Rinca saya mampir ke tempat itu. Bersama satu pasangan gado-gado
Indonesia-Inggris dan ditemani Paul, sang pemandu kami.
Pulau Messah ini masuk Kecamatan
Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Letaknya tak
jauh dari Pulau Kanawa. Luasnya tidak begitu besar, tapi penghuninya sangat
banyak, padat sekali.
“Kira-kira hampir 2000 orang
jumlah penduduknya dan kebanyakan pekerjaan mereka adalah sebagai nelayan”,
terang Paul kepada kami.
Sepertinya memang benar adanya
bahwa penduduk di sini begitu banyak. Ketika berkeliling saya melihat rumah
yang berdesak-desakan. Kebanyakan desain rumahnya tidak seperti gaya rumah di
Flores. Sebagian besar berbentuk rumah panggung.
Salah satu rumah di Pulau Messah |
“Tidak ada orang Flores di sini,
mereka ini datang dari berbagai daerah. Ada yang dari Bugis, adapula dari
Sumbawa”, Paul menjelaskan. Ah pantas saja.
Sumber listrik menggunakan
generator. Sedang sumber air bersih tidak ditemukan. Biasanya penduduk Pulau
Messah mendapatkan air bersih dengan cara membeli dari Labuan Bajo yang waktu
tempuhnya lebih dari 2 jam perjalanan pulang pergi. Tapi sejak empat tahun lalu
ada kapal tangki PNPM yang membawa air 2 minggu sekali.
Ada satu gedung sekolah yang
digunakan sebagai SD sekaligus SMP, SD-SMPN SATAP istilahnya. SATAP adalah
singkatan dari satu atap. Kalau ingin melanjutkan SMA maka harus ke Labuan
Bajo. Di sini juga sudah ada klinik kesehatan untuk berobat penduduk setempat.
Gedung sekolah di Pulau Messah |
Anak-anak kecil banyak sekali,
mereka sangat ceria. Yang unik adalah banyak dari mereka memiliki rambut
pirang. Bukan hasil dicat di salon tetapi karena tiap hari tersengat sinar
matahari. Semua menyapa kami dan dengan penuh antusias meminta untuk difoto.
“Miss foto miss”, pinta mereka
beramai-ramai.
Heh saya bukan cewek, kenapa pula
dipanggil miss -_-“. Ternyata miss yang dimaksud mereka adalah mister yang
disingkat jadi miss. Mereka tidak tahu kalau dengan menyingkat seperti itu
artinya sudah berubah. Hei tapi kenapa pula saya dipanggil mister? Apakah muka
saya mirip orang bule? Ya, semoga.
Anak-anak yang pengen difoto |
Jajaran rumah |
bapak penarik gerobak |
Ibu tua yang hendak keluar rumah |
anak-anak yang suka sekali difoto |
anak-anak yang sedang bermain |
haiii kakak ayo maen ke sini |
***
Ketika saya kembali ke Labuan
Bajo saya sempat bertemu orang yang menawari gelang tangan.
“Gelang ini saya dapat dari Pulau
Messah, dibuat dari cangkang penyu. Murah Rp 50.000,- saja”, dia coba merayu
saya.
Saya terkesiap dengan
penjelasannya bahwa itu dari cangkang penyu. Saya coba berpositif thinking
kalau itu dari penyu yang mati.
“Penyu hidup lah”, jawab dia
seketika dengan menggebu.
Dari penyu sudah mati dan dikasih
cuma-cuma saja saya masih mikir untuk menerima, apalagi ini dari penyu yang
hidup dan dibunuh untuk membuat gelang. Semoga gelang itu bukan dari Pulau
Messah. Semoga penduduk Pulau Messah tidak melakukan pembunuhan penyu.
Mas Wisnu, bolehkah saya mendapat info pemandu yang bisa mengantarkan ke pulau messah? Terimakasih
BalasHapushalo kak meirisa,
Hapuswaktu ke pulau messah saya ikut paket dari kanawa resort, jadi pemandunya sudah disiapkan dari sana. Mungkin kak Meirisa langsung menghubungi pihak kanawa saja di nomor +62 3854 1252 / +62 8133 8233 312 / +62 8135 3027 256 :)
siap! Terimakasih kak Wisnu atas infonya :)
HapusTerimakasih sudah mengunjungi pulau messah..
BalasHapussalam suku bajo messah
sama-sama..
Hapussalam :)