Gunung Agung terlihat dari Jemeluk, Amed |
“Enam ratus lima puluh ribu?”,
setelah mengeluarkan kalimat itu mulut dan wajah saya lalu bengong karena
kaget.
Gunung Agung dengan ketinggian
3.142 mdpl adalah gunung yang sangat disucikan oleh masyarakat Bali. Di tempat
ini diyakini adalah tempat tinggal para dewa. Gunung Agung, gunung yang besar,
gunung yang berwibawa. Dan untuk merasakan kewibawaannya sampai di puncak harus
mengeluarkan uang enam ratus lima puluh ribu dahulu.
Saya hendak mendaki Gunung Agung
melalui Pura Besakih. Sebelum mendaki saya melapor ke Kantor Polisi yang ada di
dekat pura. Di sana, sebelum melapor saya (bersama satu teman) sudah ditodong
oleh dua guide yang mengharuskan
memakai jasanya.
“Naik Gunung Agung harus pakai guide mas.” jelasnya.
“Tidak bisa tidak, itu peraturan
di sini dan sudah ada organisasi yang mengaturnya” imbuh guide yang satunya.
Pak Polisi akhirnya datang. Seperti
fungsinya sebagai pengayom masyarakat saya juga berharap beliau juga akan
mengayomi kami.
“Emang begitu dik, naik Gunung
Agung harus pakai guide” kalimat
pertama yang keluar dari Pak Polisi.
Duhhh...
Di tengah kebimbangan kami yang
harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk bisa mendaki, polisi dan kedua guide tadi mulai menjelaskan kronologi mengapa jasa pemandu ini harus
dipakai. Awalnya sekitar tahun 2002 ada satu rombongan pendaki yang berjumlah 3
orang naik ke Gunung Agung dan sampai sekarang mereka bertiga belum juga turun
gunung dengan kata lain mereka hilang. Berita itu cukup menghebohkan. Mulai
saat itu warga sekitar menerapkan peraturan agar semua pendaki harus memakai
pemandu untuk mencegah peristiwa tadi terjadi lagi.
“Tapi masa tarifnya segitu
mahalnya pak?” iba saya.
“Mas maunya berapa?” balas salah
satu guide.
“Saya kasih perbandingan ya pak,
di Rinjani tarif porter perharinya rata-rata sekitar Rp 125.000,- lho pak,
menurut saya harusnya ga jauh beda lah.” saya berkilah.
“Di sini guide dibayar 300 ribu per hari saja ga ada yang mau mas” jawabnya
lagi
“*poker face*” muka saya.
Lalu mereka menjelaskan rincian
biaya 650 ribu itu untuk apa saja. Jadi biaya guide sebenarnya sebesar 400 ribu, lalu 200 ribu lagi masuk kas
organisasi, sedangkan biaya izin dari polisi sebesar 50 ribu. Sambil masih
memberi tahu bahaya-bahaya apa saja yang akan dihadapi apabila tidak memakai guide, salah satunya tersesat karena
jalur yang tidak jelas.
Kami masih bimbang dengan jumlah
harga yang cukup banyak untuk naik gunung. Pada saat bersamaan Pura Besakih
sedang banyak kedatangan turis dan para jemaat yang ingin bersembahyang. Kebetulan
nanti malam adalah purnama jadi banyak yang bersembahyang. Saat itu pula pak guide dan pak polisi meninggalkan kami
untuk mengamankan dan mengatur para tamu tersebut. Tentu saja mereka yang
datang dalam jumlah yang banyak ini lebih penting dari kami.
“Udah kabur aja lewat jalan
samping kantor polisi ke pura paling belakang. Aku dulu ga pake guide gapapa kok, jalannya jelas ga ada
cabang-cabangnya” saran teman saya yang asli Bali ketika saya mengabarkan
kejadian yang saya alami.
Kami lebih memilih untuk mengiyakan
saran itu dari pada membayar 650 ribu.
***
Jalur pendakian yang cukup curam dengan bantuan tali dari tumbuhan |
Singkat cerita, jam 11.30 kami
sudah mulai mendaki Gunung Agung melalui jalur Pura Besakih. Selain dari jalur
ini ada satu jalur lain yaitu jalur Pura Pasar Agung, hanya saja kabarnya jalur
tersebut sangat menanjak dan tidak ada tempat untuk mendirikan tenda, sedangkan
kami ingin memilih pendakian slow dan
bisa tidur di tenda.
Tidak seperti yang dikatakan pak
polisi tadi bahwa jalur yang akan dilalui tidak jelas dan banyak percabangan. Jalur
yang kami lalui sangat jelas dan bahkan tidak ada percabangan karena hampir
sepanjang jalan, jalur yang dilalui adalah punggungan di mana kanan kiri adalah
jurang. Jika ada percabangan masa mau nyabang ke jurang.
Satu lagi yang meyakinkan bahwa
ini adalah jalur yang benar adalah (sayangnya) berupa sampah bungkus makanan,
ada bungkus permen, mie instan maupun air mineral. Ahh di gunung mana aja ternyata
tetap ada sampah dari para orang yang menamakan diri pecinta alam.
Sore hari kami memutuskan untuk
mendirikan tenda di tempat yang sebenarnya tak begitu luas. Jujur saja saya
sudah kepayahan jika harus melanjutkan sampai ke tebing boyke (tujuan untuk
mendirikan tenda). Setelah makan malam kami langsung terkapar lemas dan
bermimpi.
Jalur pendakian dengan tumbuhan yang terlihat tertiup angin |
Pagi harinya kami melanjutkan
pendakian menuju puncak. Angin berhembus sangat kencang. Suaranya
meraung-raung. Setelah melewati hutan pinus, pohon-pohon semakin jarang di
sekitar jalur. Hal ini mengakibatkan angin terasa sangat keras menimpa tubuh
kami karena tak ada yang menghalangi. Sesekali hampir saja saya terjungkal
karena kerasnya laju angin.
Selepas tebing boyke, jalur
berupa batu-batu dan sangat terbuka sekali karena melewati punggungan gunung.
Angin tetap tak berhenti bertiup malah semakin kencang lajunya. Tepat ketika
berada di atas tebing boyke, hembusan angin benar-benar sangat kencang dan
tubuh saya terasa akan terhempas. Kami berlindung di balik tebing kecil sambil
menunggu angin reda. Di tunggu beberapa lama, angin juga tak mereda.
Tebing Boyke yang tak lepas oleh vandalisme |
Setelah berfikir dengan
masak-masak resiko yang akan dihadapi nanti jika tetap akan meneruskan
perjalanan. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian ke puncak. Jika
kami berhasil melewati punggungan ini dengan selamat maka belum tentu kami bisa
selamat melewati jalur menuju puncak, karena lebih berbahaya dengan jalan yang
sempit dan diapit jurang menganga di kanan kirinya.
Puncak ada di depan sana, tapi pohon-pohon pun terlihat miring diterpa angin |
Apakah angin kencang ini adalah
kiriman dari pak polisi dan guide yang kami tinggalkan kemaren? Semoga bukan.
Pada tahun 1963 letusan gunung
ini memakan hampir sekitar 1500 jiwa dan kami tidak ingin menambah jumlah daftar
itu. Kami ke sini bukan untuk mengalahkan alam, karena memang dia tidak bisa
dikalahkan. Dan saat ini alam sedang kurang baik kondisinya. Meski cuaca cerah
tapi angin berhembus begitu kencang. Sifat alam susah sekali diprediksi karena
memang bukan ilmu eksak yang langsung ketemu jawabannya dengan memencet tombol
kalkulator. Dan keselamatan hidup lebih penting daripada kesombongan menggapai
puncak.
waduh.. tempat di bali sekarang sudah jadi lahan subur bagi para oknum..
BalasHapusPemirsaah.. benarkah angin kencang itu kiriman dari polisi dan guide tadi?? terus saksikan silet ya...! hehehee..
klo gabisa bahasa bali kayanya peraturan harus pake guide akan berlaku -_-"
Hapuskalau untuk sekelas wisnu, nda perlu lah ya pake guide2an :)
BalasHapussangat perlu porter sebenarnya,hehe
HapusTak sanggup deh kalo naik gunung, meskipun ngak tinggi2 amat hehehe, tapi foto 1 keren banget dari jemeluk itu :-)
BalasHapusenak lho mas naik gunung itu,,haha *mijit betis*
Hapusaku juga belum sempat muncak ke gunung agung -,- padahal udah lama pengennya *hiks*
BalasHapusterus jadinya kapan mas?hehe
HapusWah dahsyat banget perizinan naik gunung sampai semahal itu ya...
BalasHapusBtw setuju banget sama Mas Cumilebay, foto #1 itu keren abis.
kasian jg klo misal jauh2 dtg dr luar bali dan ga bawa bekal banyak trus ditodong segitu..
Hapusmakasih mas Rotua Damanik :)
Benar sekali, untuk mendaki gunung harga tersebut terlalu mahal, bali memang sudah terlalu komersil. Dulu, kami mendaki jam 11 malam, tidak ada guide yang jaga di posnya :)
BalasHapuskaget sih mas ketika ditodong harus bayar segitu
Hapusuntuk perijinan ke kantor polisi nya itu wajib apa nggak sih kak? trus sama katanya digunung agung itu banyak aturan aturan adatnya gitu ya sm untuk biaya total dari jakarta kl mau murah kira kira gimana ya untuk sampai ke gunung agung trims
BalasHapus:)
untuk keamanan sebaiknya melapor ke kantor polisi..
Hapussetau saya sih tidak ada aturan adat yg banyak, sama seperti gunung lainnya,,karena ada banyak tempat sembahyang d sepanjang jalur, mungkin lebih dijaga aja perilakunya dan menghormati tmpt2 itu.
Untuk dari Jakarta, maaf saya kurang tau :)
Yg ketemu dengan kita d bawah boyke kah?
BalasHapusbisa jadi iya,hehe
Hapusyang masnya pasang tenda d jalur pendakian?
Hapuswkwkwkwkwkw
iya..tendanya masih jauh di bawah tebing boyke, masih di hutan
HapusNice post..
BalasHapusterima kasih untuk informasi jalur gratisnya :)
sippp,,sama2 :)
HapusJalur gratis ke gunung agung Lumayan banget :D makasih ya
BalasHapuskakak keren hehe
Keren abiz dong kalo gratis gtu :3 hehe
HapusSewa guide ama bawa pacar ke mall hampir samaaa :'(
BalasHapushigh cost bgt mas pacarnya *ehhh :))
Hapus