Pulang kampung ke Yogyakarta selain untuk melepas rindu bersama keluarga juga sering saya gunakan untuk mencari bahan bacaan seperti majalah. Bukannya di Bali tidak ada, tentu saja ada, tapi yang saya cari itu bukan majalah yang baru saja terbit pun bukan majalah bekas, tapi majalah out of date. Majalah out of date adalah majalah yang tidak laku pada masa saat dipasarkan di rentang waktu edisi tersebut. Jadi misal ini bulan Januari maka majalah edisi bulan-bulan sebelumnya adalah majalah out of date. Setidaknya itu istilah saya.
Di Jogja, salah satu tempat untuk mencari majalah tersebut adalah di sekitar kilometer 0, yaitu di perempatan Kantor Pos Besar (ada juga yang menyebut perempatan Vredeburg, perempatan BNI, atau perempatan Gedung Agung). Tepat di samping barat Kantor Pos Besar ada deretan kios yang menjual buku dan majalah. Nah, di sinilah saya sering hunting majalah yang kadaluarsa tersebut.
Bukannya saya tidak pernah beli majalah yang baru saja gress keluar dan masih fresh, akan tetapi sering kali saya ketinggalan untuk membelinya. Misal ada bahasan menarik pada suatu edisi lalu ketika saya mencarinya ternyata sudah habis. Bingung untuk mencarinya. Lagipula tempat tinggal saya di Bali agak di desa, jadi untuk pergi ke Denpasar cukup jauh dan itu membuat males jika harus sering-sering mencari majalah baru. Entahlah di Bali ada tempat yang menjual majalah out of date atau tidak, saya tidak tahu.
Dari beberapa kios di samping Kantor Pos ini ada satu kios yang menjadi langganan saya. Beberapa waktu yang lalu ketika saya ke sana ternyata ibu penjualnya mengenali saya.
“Kayanya pernah lihat masnya” tanya Ibu itu agak ragu-ragu.
Saya tersenyum. “Iya bu, beberapa kali saya pernah ke sini” jawab saya.
Ibu pemilik kios ini namanya Ibu Sumini, biasa dipanggil dengan Ibu Mini. Umurnya mungkin sekitar empat puluhan. Tubuhnya kecil dengan kulit sawo matang.
“Sesuai dengan tubuh saya yang kecil mas, jadi cocok dipanggil Mini”, candanya.
Sudah cukup lama Bu Mini berjualan di kios ini sejak sekitar tahun 2000. Majalah yang tersedia bermacam-macam. Ada otomotif, fotografi, traveling, dan banyak lagi. Tidak hanya majalah saja yang dia jual. Ada bermacam buku-buku, ada novel ada yang berjenis sosial politik ada juga buku-buku jenis lain. Kiosnya sendiri tidak terlalu besar, lebarnya tak lebih dari 2 meter dengan panjang ke belakang sekitar 3-4 meter. Kios mini sesuai dengan nama yang punya.
Sejatinya saya ke sini untuk mencari majalah Tempo edisi khusus yang beberapa waktu yang lalu membahas tentang tempat wisata menarik di Indonesia. Saya tak sempat mendapatkannya di Bali. Dan di sini pun ternyata majalah itu nihil.
“Banyak yang nyari juga mas, tapi majalahnya ga ada” kata Bu Mini
“Sudah beberapa waktu ini kiriman majalah agak tersendat, ga tau kenapa. Jadinya majalah yang ada tinggal stok yang lama saja. Majalah yang edisi agak baru belum ada.” lanjutnya.
Saya bisa melihatnya, beberapa majalah yang saya ambil saya perhatikan terbit setengah tahun yang lalu atau lebih lama lagi. Bu Mini mendapatkan majalah kadaluarsa ini dari pemasok di Jakarta. Memang majalah yang tidak laku akan ditarik lagi oleh penerbitnya jika edisi yang baru sudah terbit. Mungkin untuk mengurangi kerugian, majalah tersebut dijual lagi ke kios-kios buku seperti milik Bu Mini ini.
“Saya beli putus majalah-majalah itu. Kalau ga laku ya saya rugi”
Begitulah sistemnya. Bukan sistem konsinyasi atau menitip barang ke kios lalu pemilik kios dapat fee dari keuntungan penjualan. Bu Mini membeli majalah out of date itu dengan harapan banyak orang macam saya yang mencarinya. Kalau ga ada, ya rugi.
Majalah traveling seperti jalan-jalan, destinasian, tamasya dan yang lainnya dijual dengan harga 8-10 ribu per eksemplarnya. Sedangkan National Geographic dihargai 15-20 ribu tergantung kadar kadaluarsanya. Jangan khawatir tentang kondisinya, dijamin masih mulus, bahkan masih diplastik. Jika ada bonus CD seperti majalah software juga masih ada. Ini majalah baru yang out of date bukan majalah bekas. Begitupun isinya, saya mencari majalah yang isinya tak lekang oleh waktu. Saya mencari cerita-cerita traveling yang bagus, yang sifatnya timeless. Telat dibaca tidak masalah.
Bu Mini bercerita ternyata wajahnya pernah dimuat di surat kabar lokal. Tapi meski sudah diorbitkan di koran, ketika saya meminta ijin untuk memoto wajahnya dia menolaknya. Malu katanya.
“Kemarin pas masuk koran itu wajah saya keliatan lain. Malah jadi diejek sama teman-teman” selorohnya.
Akhirnya saya pulang dengan membawa beberapa majalah traveling dan majalah fotografi tanpa sempat memfoto wajah Bu Mini.