Selepas
mengunjungi Gua Kristal, kami melanjutkan menuju ke objek lain yang jaraknya
tidak terlalu jauh. Nama tempatnya adalah Air Terjun Oenesu. Namanya sama
dengan nama desa tempat air terjun tersebut berada. Untungnya GPS masih bisa
menunjukkan letaknya, jadi tidak perlu sering-sering berhenti dan bertanya pada
penduduk.
Jalan
yang kami lalui sangat sepi karena kami memilih jalan pintas dari posisi Gua
Kristal. Untungnya kualitas jalannya bisa dibilang tidak jelek, hanya beberapa
titik saja yang bergelombang. Sawah dan ladang menjadi pemandangan di sepanjang
jalan sedangkan rumah-rumah masih sedikit, hanya beberapa kali melewati
perkampungan.
Sekitar
setengah jam saja waktu yang ditempuh dari Gua Kristal kami sudah sampai di daerah
Oenesu. GPS tak mampu menunjukkan di mana letak air terjun, saat itulah kami
bertanya pada tante yang sedang berada di pinggir jalan. Ternyata kami sudah
dekat dengan temppat tujuan, hanya beberapa ratus meter lagi ada papan petunjuk Air Terjun
Oenesu ke kanan, atau keluar dari jalan utama. Justru sudah mau sampai lokasi
kualitas jalan menjadi jauh menurun.
Gerbang dan Pos Retribusi |
Sebuah
gerbang berbentuk gapura yang terlihat masih baru menjadi pintu masuk objek
wisata ini. Sayangnya pos jaga yang sekaligus menjadi tempat pos retribusi
kondisinya berbanding terbalik, malah bisa dibilang mengenaskan. Tidak ada yang
bertugas di sana, jadi kami melenggang masuk begitu saja. Tempat parkir
beralaskan paving block, ukurannya tidak begitu luas dan terlihat sepi hari
itu. Selain kami hanya ada satu motor lain yang terparkir di sana, mungkin
karena ini bukan akhir pekan atau hari libur jadi tidak ada yang berekreasi di
sini atau memang tempat ini kurang menarik bagi warga Kupang, entahlah.
Memandang
di sekitaran parkiran terlihat kios-kios yang tak terawat dan tertutup rapat.
Sebenarnya perut kami sudah berteriak untuk minta diisi. Sepanjang perjalanan
dari Gua Kristal kami tidak menemukan warung makan. Memang jarang sekali warga
asli yang berjualan makanan, kebanyakan adalah orang Jawa atau Minang dan
mereka tidak melebarkan sayap usahanya di sepanjang jalan yang kami lalui.
Harapan bahwa di obyek wisata akan ada penjual juga telah sirna, mau tak mau
suara keroncong di perut harus di tahan sampai kembali ke Kota Kupang.
Rumput-rumput yang tak terawat |
Selain
kios, ada beberapa gasebo yang berdiri di petak taman yang luasnya mungkin
sekitar setengah lapangan bola. Sayangnya nasib gasebo ini tak lebih bagus dari
kios atau pos retribusi. Ada yang atapnya berlubang bahkan miring dan sangat
kotor. Yang terlihat tumbuh dengan bagus adalah rumput ilalang, karena
pertumbuhannya tidak ada yang mengendalikan sehingga ketinggiaannya merusak
pemandagan dan membuat nyamuk senang bersembunyi di sana. Kaki dan tangan saya
langsung terdapat beberapa bentol-bentol dari nyamuk, mungkin ini adalah ucapan
selamat datang dari mereka.
Gasebo yang rusak |
Jangan
tanya tentang sampah. Beberapa tempat sampah yang ada terisi oleh sampah yang
banyak. Tempat sampah tersebut sebenarnya belum penuh akan tetapi sampah di
sekitarnya juga sangat banyak. Mungkin orang-orang merasa di sekitar tempat
sampah juga merupakan tempat membuang sampah. Seharusnya sampah-sampah itu juga
selanjutnya diolah lebih lanjut lagi, tapi yang ada sampah itu dibiarkan
teronggok membusuk di sana. Baru datang tapi kesan pertama yang terlihat adalah
tak terawat.
Letak
air terjun tak jauh dari tempat parkir. Setelah melewati deretan kios yang
tutup, ada tangga turun menuju air terjun. Sebenarnya dari atas pun sudah
terdengar gemericik air yang semakin mendorong kaki untuk terus melangkah
menuruni tangga menuju bawah. Tak terlalu banyak tangga yang harus dilewati dan
ketika sampai, pengorbanan untuk mencapai sini tak ada artinya karena pemandangan
yang dilihat sangat menarik yaitu air terjun dengan empat tingkat.
Air terjun tingkat kedua |
Jalan
yang akan kita lalui ketika sampai paling bawah berupa jembatan yang melintang
di atas sungai, tepatnya di depan tingkat air terjun yang paling bawah. Hal ini
membuat pengunjung akan merasa berada di tengah-tengah sungai dan tepat berada
di hadapan air terjun. Memang debit air dari sungai tidak terlalu besar
sehingga derasnya air terjun juga tidak seberapa, air pun tidak terlalu jernih
namun juga tidak berwarna coklat keruh. Warna air antara hijau dengan biru. Hal
ini tetap tidak terlalu mengurangi keindahan air terjun Oenesu.
Air Terjun Oenesu |
Dengan
potensi yang dimiliki seharusnya pemerintah Kupang harus bertindak dengan baik
agar kondisi obyek ini terselamatkan. Letak Oenesu yang hanya berjarak sekitar
17 km dari Kupang seharusnya menjadi alternatif wisata yang menjanjikan. Akan
tetapi dengan jarak yang tak begitu jauh itupun pemerintah seperti tidak tahu
bahwa tempat ini sangat terbengkalai.
Apa ini ya air terjun yg pernah saya kunjungin hampir 7 tahun yang lalu?? *lupanamanya
BalasHapusMirip gitu batuan di air terjunnya, tp saat itupun airnya tidak jernih makanya saya gak mandi disitu.. :D
mungkin saja ini mas,,tapi kalo agak jauh dr Kupang ada air terjun Oehala di daerah Soe
Hapusahhh selalu sedih kalo lihat alam yang dikotori banyak sampah.
BalasHapusNtah kapan ya masyarakat bisa punya kesadaran buat menjaga keindahan alam :(
iya mbak,,sayang bgt
Hapuskesadaran msyarakat kita masih kurang :(
akh jadi inget masa lalu ne hehe..akh saya belum pernah review air terjun ini
BalasHapusdulu terawat ga mas tempat ini?
Hapusitu bentuknya mirip gorilla ama singa loh kak di oenesu ini
BalasHapushee..masa sih?
Hapus