Gua Kristal |
Meski
cuaca tidak terlalu cerah tetapi udara Kupang cukup menyengat hari itu. Saya
bersama travelmate saya menyusuri jalanan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur
ini menuju daerah Bolok menggunakan sepeda motor sewaan. Tidak terlalu jauh
jaraknya, sekitar belasan kilometer saja.
GPS
menjadi acuan saya untuk mengarahkan motor. Arah tujuan kami adalah Gua
Kristal, salah satu objek wisata di Kupang. Akan tetapi GPS tak mampu
menunjukkan letak pasti dimanakah letak gua tersebut. Karena Gua Kristal
terletak di daerah Bolok maka saya menugaskan aplikasi tersebut untuk
membimbing saya ke sana.
Jalanan
yang dilalui cukup bagus dan juga tidak terlalu ramai. Laut yang biru sempat
terlihat dari jalan yang membuat konsentrasi kadang terpecah, melihat lurus ke
jalan atau meleng ke pemandangan yang indah ini. Kami juga sempat lewat depan
Pabrik Semen Kupang yang terlihat agak kusam. Dulu beberapa teman saya ada yang
kerja di sini, tapi hanya bertahan beberapa bulan saja. Tidak kerasan katanya.
Tak
begitu lama perjalanan kami sudah sampai di daerah Bolok, lalu dimanakah letak
Gua Kristal itu? Saya menghentikan motor ketika menemukan sebuah bengkel, saya
yakin mereka lebih hebat dari GPS. Ketika saya bertanya kepada seorang ibu yang
ada di sana, ternyata kemampuannya tak jauh beda dengan GPS, dia kebingungan.
Untungnya montir bengkel tahu letak Gua Kristal ini.
“Lurus
terus aja, ketemu pertigaan ada tanda Polair belok kanan” kalimat penunjuk yang
sangat berguna bagi kami.
Saya
mematuhi ucapan tadi dan melanjutkan mengendarai sepeda motor. Ternyata letak
pertigaan dengan tanda Polair itu tidak terlalu jauh. Jalan berubah menjadi
lebih kecil dan agak rusak. Sebenarnya saya agak ragu, benar tidak ini arah ke
Gua Kristal, karena tidak ada tanda atau tulisan mengenai gua tersebut.
Kebetulan ada anak muda yang berada di dekat sana. Katanya memang benar ini
arahnya, “Ikuti jalan ini saja lalu ketika menemukan pipa belok kiri”.
Jalanan
ini sangat sepi, di kanan kiri hanya ada ladang dengan ditumbuhi banyak rumput.
Di jalan juga kami menemukan banyak ranjau kotoran sapi tapi sayangnya pipa
yang dijadikan patokan itu tidak kami temukan. Tak berapa lama kami malah sudah
sampai di ujung jalan di mana kantor Polair berdiri.
Kantor
Polair (Polisi Air) terletak di ujung jalan, berbatasan dengan laut. Saat itu,
sedang ada kerja bakti kalau tidak salah membangun pagar. Saya bertanya kepada
salah satu polisi tentang letak Gua Kristal. Dia dengan baik hati tidak hanya
memberi petunjuk malah mau mengantarkan kami ke sana. Di tengah pandangan buruk
masyarakat tentang Polisi, sebenarnya masih banyak anggotanya yang berperilaku
sangat baik.
Roy
begitu namanya saat kami berkenalan. Mukanya bulat, perawakannya tinggi dengan
badan besar. Kulitnya coklat, terkesan sangar memang, tetapi tutur katanya
sangat ramah dan sopan. Sejatinya dia berasal dari Ambon, juga pernah bertugas
di Rote selama beberapa tahun. Di Polair Kupang, Pak Roy sudah mengabdi sekitar
dua tahun lamanya.
Kami
diantar menyusuri jalan aspal yang tadi kami lewati. Tidak terlalu jauh,
mungkin sekitar 50 meter dari kantor Polair tepatnya di ladang seberang
bangunan SMK Kelautan, kami belok ke kanan. Tidak ada tanda-tanda sama sekali
kalau ini adalah jalan menuju sebuah objek wisata. Jalannya pun tidak terlalu
kelihatan, tersamar oleh rumput-rumput dan ilalang.
Setelah
berjalan sekitar 100 meter saya sempat tidak menyadari kalau kami sudah berada
di depan mulut gua. Batu-batu karang yang ada sayangnya beberapa sudah dikotori
oleh tulisan-tulisan vandalisme. Ukuran pintu gua memang tidak terlalu besar, untuk
memasukinya pun cuma bisa satu-satu, selain karena ukurannya juga karena
batunya cukup licin. Pak Roy memandu kami untuk memasukinya.
Mulut Gua Kristal |
Di
dalam gua, sinar matahari hanya malu-malu menerobos melalui pintu gua sehingga
cuma sebagian kecil saja yang terkena cahaya, sisanya gelap gulita. Ada
beberapa burng yang terbang di dalamnya, pertama saya kira itu adalah kelelawar
tapi kata Pak Roy itu adalah burung walet. Hal ini memang terbukti saat
nantinya Pak Roy menunjukkan sarang burung tersebut.
“Airnya
ada di bawah sana” kata Pak Roy sambil mengarahkan tangannya menunjuk ke bawah.
Air
yang katanya sangat bening itu tidak terlihat dengan jelas karena cahaya
matahari tak sanggup menyinari sampai ke sana. Saya dan travelmate saya
menyalakan senter dari powerbank, meski redup tapi samar-samar bisa menerangi.
Untuk sampai ke bawah, jalan yang harus dilalui adalah jalan yang hampir tegak
lurus alias vertikal. Kesulitan itu ditambah lagi batu-batunya sangat licin
karena di dalam memang sangat lembab. Kecuali Pak Roy, dengan susah payah kami
menuruninya.
Ternyata
apa kata orang tentang kejernihan air di Gua Kristal itu bukanlah kiasan saja,
memang terbukti benar. Di dasar gua, kolam air itu terlihat begitu jernih meski
dengan cahaya minim dan senter tidak kami nyalakan. Saking beningnya, terlihat
seperti mengeluarkan cahayanya sendiri. Dasar dari kolam air itu juga terlihat
cukup dalam. Benar-benar sebening kristal.
“Kalau
mau mandi, mandi saja. Tidak apa-apa. Airnya segar sekali, sayang kalau
jauh-jauh ke sini tidak mandi” kata Pak Roy.
Saya
sebenarnya agak tergoda oleh anjurannya, tapi saya tidak membawa baju ganti,
dan lagi saya tak pandai berenang. Sepertinya Pak Roy bisa membaca gelagat saya
bahwa saya tidak termasuk ahli renang.
“Kalau
tidak berani, mari saya temani mandi”
Kami
tetap memutuskan untuk tidak mandi dan berenang di sana. Tak adanya pakaian
ganti menjadi alasan utamanya. Saya hanya membasuh muka dan memasukkan kaki ke
dalam air. Rasanya memang segar. Nyesssss.
Air
di gua ini adalah air payau. Kata Pak Roy air gua ini berasal dari laut. Ada
lubang di dalam sana yang menghubungkan ke laut. Tinggi air di sini pun
bergantung dengan pasang surut air laut. Tapi sekarang katanya lubang itu sudah
tidak ada, jadi air laut masuk dari sini dari celah-celahnya saja.
“Saya
pernah menyelami gua ini sampai bawah sana” katanya.
Karena
kami tak jadi berenang, kami tidak berlama-lama di dalam. Tidak enak juga
mengganggu pekerjaan Pak Roy yang harus meninggalkan teman-temannya yang sedang
bekerja bakti demi menemani kami.
Saat
perjalanan kembali saya bertanya kenapa gua sebagus ini tidak diberi fasilitas
yang baik, jangankan jalan ke gua, tanda arah di mana letak gua pun tidak ada
sama sekali.
“Gua
ini masuk di wilayah tanah orang, tanah pribadi, dan orang itu tidak ada niat
untuk mengembangkannya. Pemerintah pun diam saja” jelas Pak Roy.
Kayak nya enak banget berendam di sana ... Pak roy nanti antarkan juga saya kesana yaaa, sekalian pulangnya ongkosin #Ngarep
BalasHapushaha kasian pak roy nya,,kalo mau minta dibayarin minta pak roy sukro aja :))
Hapusakhhh paling suka adalah guanya. airnya jernih pengin berendem tapi sepertinya agak menyeramkan hhe
BalasHapusiyaaa,,untung kami ditemeni pak polisi,hehe
HapusWaduh mas.. Harusnya mandi disitu, biar gak jago renang, kan ada pak roy.. Hehehee...
BalasHapusga bawa baju ganti mass,hehe :D
Hapusoalah, baru tau juga kalo lokasi gua berada di tanah milik orang, mungkin pengunjung kesana terhitung dikit kali ya, kalo tempat sebagus itu disembuyiin
BalasHapusemang ga banyak yg tau kayanya, bahkan orang2 Kupang sendiri
HapusWowoooowwww keren
BalasHapusiya mbak :)
Hapus